Jumaat, 19 Jun 2015

Waktu terbaik suami isteri bersetubuh yang benar-benar sesuai dengan Sunnah




Pertanyaan:
Nak tanya: Bila waktu berhubungan intim yang sesuai ajaran Islam. Itu saja.
Terima Kasih ya Tad.
Dari: Gedang sobo

Jawapan:
Bismillah was shalatu was salamu ala rasulillah, amma badu,

Pertama, ada keadaan dimana seorang suami dianjurkan untuk mendatangi istrinya. Keadaan itu adalah ketika suami tidak sengaja melihat wanita dan dia terpikat dengannya. Anjuran ini berdasarkan hadis dari Jabir bin Abdillahradhiyallahu anhuma, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Wanita itu,  ketika dilihat seperti setan (punya kekuatan menggoda). Karena itu, jika ada lelaki melihat wanita yang membuatnya terpikat, hendaknya dia segera mendatangi istrinya. Karena apa yang ada pada istrinya juga ada pada wanita itu. (HR. Turmudzi 1158, Ibnu Hibban 5572, ad-Darimi dalam Sunannya 2261, dan yang lainnya. Sanad hadis ini dinilai shahih oleh Syuaib al-Arnauth).

Dalam riwayat lain di shahih Muslim, dari sahabat Jabir, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
 Jika ada lelaki yang terpikat dengan seorang wanita, hingga membuat dia jatuh cinta, hendaknya dia segera mendatangi istrinya dan melakukan hubungan dengannya. Dengan ini akan menghilangkan perasaan cinta dalam hatinya. (HR. Muslim 1403).

An-Nawawi mengatakan,
Makna hadis, bahwa dianjurkan bagi lelaki yang melihat wanita, kemudian syahwatnya naik, agar dia segera mendatangi istrinya atau budaknya, jika dia punya budak, hingga dia melakukan hubungan badan dengannya. Agar bisa menahan syahwatnya dan jiwanya menjadi tenang, sehingga hatinya bisa kembali konsentrasi dengan tugasnya. (Syarh Shahih Muslim an-Nawawi, 9/178)

Kedua, mengenai waktu khusus yang berisi anjuran untuk melakukan hubungan badan, kami tidak menjumpai adanya dalil yang menjelaskan hal ini. Namun terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan bagaimana kebiasaan orang soleh masa silam dalam memilih waktu untuk melakukan hubungan badan.

Berikut diantaranya,
1. Tiga waktu aurat
Yang dimaksud tiga waktu aurat adalah sebelum subuh, siang hari waktu dzuhur, dan setelah isya.

Allah berfirman,
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di waktu dzuhur dan sesudah shalat Isya. (Itulah) tiga waktu aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. (QS. An-Nur: 58).

Diriwayatkan dari Muqatil bin Hayan, beliau menceritakan sebab turunnya ayat ini,
Ada pasangan suami istri di kalangan anshar, yang dia sering membuatkan makanan untuk Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam. Suatu ketika budaknya masuk ke kamar menemui mereka tanpa izin di waktu yang mereka tidak sukai untuk ditemui. Sang istripun melaporkan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

Wahai Rasulullah, betapa buruknya sikap orang ini. Dia menemui seorang wanita ketika dia sedang berduaan bersama suaminya dalam satu selimut. Kemudian Allah menurunkan ayat di atas. (Tafsir Ibn Katsir, 6/83).

Allah menurunkan syariat agar anak yang belum baligh, atau budak yang tinggal bersama tuannya, untuk tidak masuk ke kamar pribadi orang tuanya atau kamar tuannya pada tiga waktu khusus tanpa izin. Tiga waktu itu Allah sebut sebagai waktu aurat, karena umumnya, mereka sedang membuka aurat di tiga waktu itu.

Ibnu Katsir menyebutkan keterangan dari as-Sudi,
Dulu para sahabat radhiyallahu anhum, mereka terbiasa melakukan hubungan badan dengan istri mereka di tiga waktu tersebut. Kemudian mereka mandi dan berangkat shalat. Kemudian Allah perintahkan agar mereka mendidik para budak dan anak yang belum baligh, untuk tidak masuk ke kamar pribadi mereka di tiga waktu tersebut, tanpa izin. (Tafsir Ibn Katsir, 6/83).

2. Setelah Tahajud
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memiliki kebiasaan tidur di awal malam, untuk bisa bangun di pertengahan atau sepertiga malam terakhir, melakukan shalat tahajud. Aisyah menceritakan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendekati istrinya setelah tahajud. Dari al-Aswad bin Yazid, bahwa beliau pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu anha tentang kebiasaan shalat malamnya Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam. Keterangan Aisyah radhiyallahu anhu,
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidur di awal malam, kemudian bangun tahajud. Jika sudah memasuki waktu sahur, beliau shalat witir. Kemudian kembali ke tempat tidur. Jika beliau ada keinginan, beliau mendatangi istrinya. Apabila beliau mendengar adzan, beliau langsung bangun. Jika dalam kondisi junub, beliau mandi besar. Jika tidak junub, beliau hanya berwudhu kemudian keluar menuju shalat jamaah. (HR. an-Nasai 1680 dan dishahihkan al-Albani)

Berdasarkan keterangan Aisyah di atas, sebagian ulama lebih menganjurkan agar hubungan badan dilakukan di akhir malam, setelah tahajud, dengan pertimbangan,
Mendahulukan hak Allah, dengan beribadah kepadanya dalam kondisi masih kuat.
Menghindari tidur ketika junub, karena bisa langsung mandi untuk shalat subuh.
Di awal malam umumnya pikiran penuh, dan di akhir malam umumnya pikiran dalam keadaan kosong.

Ketika menjelaskan hadis ini, Mula Ali Qori mengutip keterangn Ibnu Hajar yang menjelaskan,
Mengakhirkan hubungan badan hingga akhir malam itu lebih baik. Karena di awal malam terkadang pikiran orang itu penuh. Dan melakukan jima di saat pikiran penuh, bisa jadi membahayakan dengan sepakat para ahli, karena bisa jadi dia tidak bisa mandi, sehingga dia tidur dalam kondisi junub, dan itu hukumnya makruh. (Mirqah al-Mashabih, 4/345).

Semua keterangan di atas hanya menyebutkan kebiasaan mereka. Dan semata tradisi yang terkait adat atau kebutuhan fisik seseorang, tidak bisa dijadikan acuan bahwa itu sunah atau dianjurkan. Karena itu, pertimbangan yang disebutkan oleh Ibnu Hajar hanya pertimbangan terkait dampak baik ketika hubungan badan diakhirkan hingga mendekati sahur. Dengan demikian, kesimpulan yang bisa kita berikan, bahwa dalam masalah ini tidak ada acuan baku, sehingga dikembalikan kepada kebutuhan dan kebiasaan masyarakat.

Allahu alam

SUMBER ASAL
Sumber: lestaridunia


Jumaat, 13 Ogos 2010

PERSEDIAAN KEMATIAN

Solat Jenazah
Dalam mengerjakan solat jenazah, yang paling utama ialah dikerjakan secara berjemaah dan harus dijadikan tiga saf (barisan) sekurang-kurangnya setiap satu saf dua orang. Bagi orang perempuan diperbolehkan mengikuti berjemaah bersama-sama dengan orang lelaki atau boleh mendirikan solat ke atas jenazah setalah disolatkan oleh orang lelaki. Adapun hukum solat jenazah ini adalah Fardhu Kifayah seperti hal menguruskannya.

1. Cara mengerjakan Solat Jenazah
Bagi jenazah lelaki, Imam yang akan mendirikan solat ke atasnya hendaklah berdiri searah dengan kepala jenazah itu. Bagi jenazah perempuan, Imam hendaklah berdiri searah dengan lambung atau bahagian tengah jenazah itu.

Tentang tempat untuk mengerjakan solat jenazah, diperbolehkan di dalam masjid, di surau atau di tempat lainnya yang memungkinkan solat berjemaah dengan syarat tempatnya itu luas dan bersih.

PERSEDIAAN KEMATIAN

Apabila sah matinya
1. Apabila seseorang itu telah disahkan matinya, perkara-perkara berikut hendaklah dilakukan :
Hendaklah kita ucapkan :
2. Tukarkan pakaiannya dan bersihkan kekotoran yang keluar dari duburnya.
3. Rapatkan kedua belah matanya.
4. Qiamkan tangannya seperti dalam sembahyang.
5. Rapatkan mulutnya.
6. Ikat dagunya dan simpul di atas ubunnya.
7. Luruskan kakinya.
8. Ikatkan kedua ibu jari kakinya.
9. Letakkan di tempat yang tinggi.
10. Hadapkan ke Qiblat.

Mengurus Jenazah
Mengurus jenazah orang Islam, merupakan fardhu kifayah, yakni apabila sudah dikerjakan oleh sebahagian dari orang Islam yang lain, maka yang lainnya tidak berdosa, akan tetapi apabila tidak seorang pun yang mengerjakan kewajipan tersebut, maka semua orang Islam dalam satu kampung atau kawasan tersebut akan berdosa.

PERSEDIAAN KEMATIAN

Tanda-tanda Kematian Untuk Orang Islam

Adapun tanda-tanda kematian mengikut ulamak adalah benar dan ujud cuma amalan dan ketakwaan kita sahaja yang akan dapat membezakan kepekaan kita kepada tanda-tanda ini.

Rasulallah SAW diriwayatkan masih mampu memperlihat dan menceritakan kepada keluarga dan sahabat secara lansung akan kesukaran menghadapi sakaratulmaut dari awal hinggalah akhirnya hayat Baginda.

Imam Ghazali rahimahullah diriwayatkan memperolehi tanda-tanda ini sehinggakan beliau mampu menyediakan dirinya untuk menghadapi sakaratulmaut secara sendirian.

Beliau menyediakan dirinya dengan segala persiapan termasuk mandinya, wuduknya serta kafannya sekali cuma ketika sampai bahagian tubuh dan kepala sahaja beliau telah memanggil abangnya iaitu Imam Ahmad Ibnu Hambal untuk menyambung tugas tersebut. Beliau wafat ketika Imam Ahmad bersedia untuk mengkafankan bahagian mukanya.

Adapun riwayat -riwayat ini memperlihatkan kepada kita sesungguhnya Allah SWT tidak pernah berlaku zalim kepada hambanya. Tanda-tanda yang diberikan adalah untuk menjadikan kita umat Islam supaya dapat bertaubat dan bersedia dalam perjalanan menghadap Allah SWT. Walaubagaimanapun semua tanda-tanda ini akan berlaku kepada orang-orang Islam sahaja manakala orang-orang kafir iaitu orang yang menyekutukan Allah nyawa mereka ini akan terus di rentap tanpa sebarang peringatan sesuai dengan kekufuran mereka kepada Allah SWT.